DENPASAR – Kementerian Pariwisata mengajak semua pemangku kepentingan mengoptimalkan program cross border tourism, hot deals, tourism hub, and low cost carrier terminal (LCC) guna mencapai target kunjungan 18 juta wisman pada akhir tahun ini. Kurun January-Mei 2019, jumlah kunjungan wisman mencapai 6.3 juta, naik 2,7% dibandingkan periode serupa tahun lalu.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan meningkatnya jumlah wisman menjadi indikator yang baik bagi sektor pariwisata di Indonesia. Bahkan, target 18 juta wisman hingga akhir tahun nanti optimistis bakal dicapai karena pada kuartal I 2019, kunjungan wisman telah melewati angka psikologis 4 juta.
“Pada ada semester satu diperkirakan jumlah kunjungan akan berlipat menjadi 8 juta. Akhir tahun ini kami targetkan 18 juta. Lebih tinggi dari proyeksi Bank Indonesia yang menyebut 17,6 juta kunjungan wisman,” katanya dikutip dari siaran pers.
Menurut Arief, peningkatan jumlah wisman ke Indonesia dipengaruhi membaiknya perekonomian global, juga faktor promosi Wonderful Indonesia yang semakin gencar. Sejumlah negara fokus pasar dan niche market terus dikembangkan sebagai kantong-kantong penyumbang wisman baru ke Indonesia.
Dalam upaya mencapai target kunjungan wisman ke Indonesia, pihaknya merangkul pelaku industri perjalanan wisata, seperti Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA). Dengan dukungan tersebut, diharapkan program strategis seperti cross border tourism, hot deals, tourism hub, and low cost carrier terminal (LCC) lebih optimal menjaring wisatawan. “Border tourism harus kita seriusi karena merupakan cara efektif untuk mendatangkan wisman dari negara tetangga,” kata Arief Yahya.
Menpar Arief Yahya menilai dengan mendatangkan wisman dari perbatasan melalui program cross border tourism dari negara tetangga relatif lebih mudah karena faktor kedekatan (proximity) secara geografis wisman. Program tersebut relatif lebih mudah, cepat, dan murah untuk bisa dilakukan di Indonesia.
Selain itu faktor kedekatan kultural/emosional, serta pertimbangan pasar yang sangat besar baik dari Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Papua Nugini, maupun Timor Leste sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia.
Nunung Rusmiati, Ketua Umum ASITA mengatakan rembuk industri perjalanan wisata merekomendasikan kepada pemerintah terkait masalah harga tiket pesawat domestik, yakni perlu adanya subkelas harga.
“ASITA menyarankan kepada pemerintah supaya ada sub classes walaupun jumlahnya tidak banyak. Pada periode arus mudik kemarin maskapai menaikkan harga di level TBA (Tingkat Batas Atas) tanpa ada subkelas harga. Kami minta pasca-lebaran ini maskapai dapat membuka subkelas harga,” katanya.
ASITA mencatat penurunan harga tiket pesawat domestik terakhir kali terjadi saat pemerintah menurunkan tarif batas atas sebesar 12-16 persen pada Mei 2019. Ketika itu seluruh maskapai full service, medium service, dan low cost carrier (LCC) menurunkan harga. Adanya penurunan harga tiket tersebut tersebut ikut membuat kunjungan wisatawan ke berbagai destinasi pariwisata mulai meningkat.
Sebelumnya, Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan naik turunnya jumlah wisman ke Indonesia disebabkan oleh pola musiman. Pada tahun-tahun sebelumnya jumlah wisman juga terlihat mengalami penurunan seperti pada Mei 2019.”Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia pada Mei 2019 sejumlah 1,256 juta. Dilihat pattern-nya sama dengan tahun sebelumnya lebih karena seasonality yaitu bulan Ramadhan. Dan perlu diingat bahwa pada Mei 2019 Ramadhannya hampir full,” katanya.
Jumlah wisman paling banyak tercatat berasal dari Malaysia yakni 1,2 juta kunjungan atau 20,48% dari total kunjungan pada Mei 2019. Diikuti kunjungan wisman asal China yang tercatat masih cukup tinggi yakni 882,9 ribu kunjungan atau 13,86% dari total kunjungan. Selain itu, berasal dari Singapura sebanyak 739,7 ribu kunjungan atau 11,61%, Timor Leste sebanyak 506,3 ribu kunjungan atau 7,95%, serta Australia sebanyak 483,9 ribu kunjungan atau 7,6%.