DENPASAR – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mempercepat perijinan mendirikan Perguruan Tinggi (PT) dan kriteria membuka program studi (prodi) terkait upaya mengembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Reformasi perijinan PT ini tetap mengedepankan aspek pengetatan evaluasi dan monitoring. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir mengatakan proses ijin mendirikan perguruan tinggi dan prodi kini dipersingkat dalam hitungan hari. Hal ini dilakukan guna mengatasi sejumlah kendala antara lain, lamanya validasi ijin mendirikan perguruan tinggi atau prodi sehingga berdampak pada lamanya penerbitan surat keputusan (SK). “Masalah saat ini adalah ijin sulit keluar, bisa membutuhkan waktu enam bulan sampai satu tahun. Tetapi setelah berjalan, ternyata banyak juga prodi yang belum terakreditasi, atau akreditasinya sudah kadaluarsa. Untuk menyelesaikan masalah ini perlu komitmen, dan setelah dibahas bersama biro hukum dan Ditjen Kelembagaan maka ada kesepakatan selesai dalam 15 hari kerja, masing-masing lima hari di unit Eselon I, yaitu yang dalam hal ini Ditjen Kelembagaan, Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti, dan Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan,” kata Menteri Nasir di Bali. Proses perijinan PT dan prodi melibatkan Kemenristekdikti dan LLDikti. Dicontohkan, ijin mendirikan prodi, usulan dilakukan secara online. Kemudian, dilanjutkan dengan verifikasi dokumen serta evaluasi terkait kecukupan dosen. Setelah itu jika disetujui, proses evaluasi non dosen, seperti mengecek lokasi dan ketersediaan ruang kuliah dilimpahkan kepada oleh LLDikti. Langkah percepatan proses ijin akan diikuti dengan pengembangan penerbitan SK elektronik dengan digital signature. “Pengawasan menjadi penting setelah proses perijinan ini dipercepat. Maka dari itu, monitoring dan evaluasi akan diperketat. Dalam menerima usulan pun juga akan diidentifikasi terlebih dahulu, disesuaikan dengan kebutuhan. Saat ini, kami fokus pada pendidikan vokasi sehingga untuk ijin pendirian perguruan tinggi, yang dibuka adalah perguruan tinggi vokasi dan institut teknologi. Sedangkan prodi yang diberikan ijin adalah prodi bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika (STEM). Untuk prodi sosial dimoratorium dahulu,” ujarnya. Sejalan dengan itu, instrumen lain yang dibenahi yakni mempersingkat kriteria perijinan mendirikan program sarjana, magister, dan diploma dari lima kriteria menjadi tiga kriteria. Begitu juga untuk program doktor dari sembilan kriteria menjadi tiga kriteria. Adapun Kemenristekdikti melakukan memperlonggar kebijakan yang tercantum dalam Permenristekdikti Nomor 51/2018, mencakup jumlah dosen dan prodi minimal, serta batas usia dosen. “Batas usia dosen yang sebelumnya 58 tahun, kini menjadi 58 tahun untuk dosen yang belum ber-NIDN. Sedangkan yang memiliki jabatan akademik non guru besar 65 tahun, dan 70 tahun bagi yang guru besar,” katanya. Lewat sejumlah pembenahan dalam proses ijin dan kriteria tersebut, diharapkan muncul berbagai prodi inovatif yang sesuai dengan perkembangan zaman. Dicontohkan, di Universitas Riau telah mendirikan D-3 pulp dan kertas. Namun, inovasi dalam prodi tersebut perlu diikuti dengan kualitas pengajaran, dosen, serta akreditasi yang mumpuni. Perguruan tinggi yang mutunya tidak baik dalam berbagai aspek akan di-merger, bahkan ditutup. Pelaksanaan percepatan perijinan terkait pengusulan pendirian dan perubahan PTS serta pembukaan prodi tahun 2019 sudah dimulai sejak Senin lalu. Namun, pihaknya mengakui pelaksanaannya masih dibutuhkan sosialisasi, terutama bagi masing-masing LLDikti. Panduan pelaksanaan usulan mendirikan PT dan prodi ini dapat diakses melalui http://silemkerma.ristekdikti.go.id/.