DENPASAR – Konsorsium Cardig Aero Service (CAS) baru saja diumumkan sebagai pemenang lelang proyek pengembangan Bandara Komodo Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Bandara kelas II dengan kategori domestik airport yang berlokasi di Manggarai Barat ini, akan berganti menjadi bandara internasional. Dengan demikian, target pertumbuhan kunjungan turis di kawasan ini diharapkan akan tercapai seiring penetapan Labuan Bajo sebagai salah satu destinasi prioritas.
Kepastian CAS sebagai pemenang lelang proyek Bandara Labuan Bajo, NTT, itu disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, pada akhir Desember 2019. Terpilihnya CAS sebagai pemenang proyek telah melalui proses ketat dari sejumlah tim ahil antara lain, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Elleng Tangkudung, Ketua YLKI Tulus Abadi, dan sesditjen Perhubungan Udara Kemenhub Nur Isnis.
“Dari hasil lelang, kami telah menetapkan Konsorsium CAS sebagai badan usaha pemenang proyek Pengembangan Bandar Udara Komodo – Labuan Bajo. Konsorsium CAS beranggotakan PT. Cardig Aero Service (CAS), Changi Airports International Pte Ltd. (CAI) dan Changi Airports MENA Pte Ltd,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi seperti dikutip dari siaran pers Kemenhub (26/12).
Anggota konsorsium untuk proyek tersebut yakni, Changi Airports International Pte Ltd merupakan perusahaan investasi, manajemen, dan konsultan di industri penerbangan. Perusahaan ini juga dikenal sebagai pengelola bandara di Singapura, salah satu bandara dengan volume penerbangan tersibuk di dunia. Konsorsium ini juga yang akan mengoperasikan bandara itu nantinya selama 25 tahun kedepan dengan perkiraan biaya operasional Rp 5,73 triliun.
Dengan masuknya Konsorsium CAS pada proyek bandara senilai Rp 1,20 triliun itu, maka pemerintah bisa mengatasi keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam membiayai pembangunan proyek bandara di Indonesia. Pasalnya, keterbatasan pembiayaan ini pulalah yang selama ini ikut memengaruhi pengembangan sektor pariwisata di kawasan Indonesia Timur. Sehingga sejumlah potensi daerah wisata di kawasan itu masih minim dikunjungi oleh turis domestik dan mancanegara. Hal ini pun kemudian berdampak pada pengembangan ekonomi lokal di kawasan itu dan sekitarnya.
Berdasarkan Data Kemenhub 2020, jumlah bandar udara di Provinsi NTT sebanyak 16 bandara, termasuk Bandara El Tari sebagai Bandara Internasional yang dikelola PT Angkasa Pura (Persero) I. Sedangkan 15 bandara lainnya merupakan kategori bandara domestik mulai kelas I-III, yang dikelola oleh Unit Penyelenggara Bandar Udara dan TNI. Jumlah bandara tersebut lebih banyak karena kondisi provinsi tersebut memiliki pulau-pulau terpencar, yang lebih cepat diakses dengan menggunakan transportasi udara.
Untuk menggambarkan masih minimnya utilisasi Bandara Komodo, pada 2018 data Kemenhub mencatat, lalu lintas pesawat datang ke Bandara Labuan Bajo tercatat 457 kedatangan, jumlah penumpang 291 orang, bagasi 2 unit, kargo 611 unit. Sedangkan lalu lintas pesawat berangkat 457 keberangkatan, 298 penumpang, bagasi 2 unit, dan kargo 190 unit
Data BPS Januari 2020 menyebutkan, jumlah penumpang angkutan udara internasional sebanyak 18,85 juta orang sepanjang Januari-Desember 2019, naik 4,91% dibandingkan penumpang angkutan internasional pada periode 2018 sebanyak 17,97 juta orang. Dari sejumlah itu, sebanyak 91,16% penumpang masuk dari lima bandara internasional utama antara lain, Bandara Kualanamu, Medan, Soekarno-Hatta, Cengareng, Juanda, Surabaya, Ngurah Rai, Denpasar, dan Hasanuddin, Makassar. Sedangkan, sebanyak 1,71 juta penumpang atau 8,84% masuk dari bandara internasional lainnya.
Data ini menunjukkan bahwa penumpang angkutan udara internasional yang langsung menuju ke sejumlah destinasi wisata lainnya, seperti Labuan Bajo, NTT, masih sangat minim. Padahal keindahan alam di provinsi itu, ragam kuliner, dan keanekaragaman budaya lokal di daerah itu memiliki nilai jual yang sejajar dengan daerah wisata lainnya. Pengembangan Bandara Labuan Bajo yang juga disebut Bandara Komodo ini, kelak akan mengubah peta kunjungan wisata ke daerah itu.