DENPASAR – Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terus mendorong peningkatan jumlah paten dengan berbagai inovasi yang berguna bagi pegembangan masyarakat Indonesia. Pada 2018, jumlah paten bertambah menjadi 2.842 paten dari realisasi 1.877 paten pada tahun 2015.
Seperti dikutip dalam siaran pers, Menristekdikti, Mohamad Nasir mengatakan capaian paten merupakan kebijakan berdasarkan UU No.13/2016 tentang Paten. Dari UU tersebut melahirkan PP 45/2016 tentang jenis dan tarif PNBP bagi Paten, dan juga Permenristekdikti No 20/2017 tunjangan profesi dosen dan tunjangan kehormatan profesor.
“Dalam meningkatkan jumlah paten di Indonesia. Kita melakukan program insentif sentra Hak Kekayaan Intelektual (HKI), pelatihan penulisan draft paten, insentif pendaftaran paten dan sosialisasi paten. Ini yang sudah kita lakukan,” katanya saat melakukan rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta.
Menurut dia, capaian paten di Indonesia melebihi target yang ditetapkan. Pada tahun 2015, jumlah paten ditargetkan sebanyak 1580, namun berhasil mencapai 1.877 paten. Pada tahun 2016 realisasi paten di atas rencana target 2.200, dan pada tahun 2017 mencapai 2.555 paten.
Pada tahun 2014, jumlah paten di Indonesia berada pada urutan keempat di Asia Tenggara, di bawah Singapura, Malaysia, Thailand. Peningkatan jumlah paten ini karena berbagai regulasi yang terus diperbaiki. “Tahun 2018 peningkatan luar biasa besar ada 2.842 paten. Dengan melihat statistik ini, berarti kita leading di Asia Tenggara yang selama ini, kita selalu di bawah Thailand,” ucapnya.
Selain mendorong dari sisi kuantitas, kualitas paten juga turut menjadi perhatian sehingga menciptakan suatu produk atau inovasi pengembangan produk. Dicontohkan untuk paten yang berhasil dilakukan oleh LPNK di bawah Kemenristekdikti dengan sinergi dengan industri.
Seperti dalam bidang penerbangan, produk N219, dimana yang terlibat disana ada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasinonal (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dengan PT Dirgantara Indonesia dan Kementerian Perhubungan, telah menghasilkan satu paten desain industri, satu paten prototype N-219, dua paten laboratorium dan tes artikel. Begitu juga dengan inovasi di bidang teknologi pangan berbasis pada sumber daya lokal, yang melibatkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kementerian Kelautan dan Perikanan, perguruan tinggi yang menghasilkan contoh mie jagung atau mie kering, asam folat alam, probas, dan smart food menghasilkan 44 paten dan 179 publikasi.
“Bicara masalah paten ini memang perlu didahului riset yang dilakukan kalau dilihat 2015 dan sebelumnya. Indonesia 20 tahun lalu selalu di bawah Thailand, Singapura dan Malaysia. Pada tahun 2015 pergerakan membaik, pada tahun 2018 sudah nomor dua dengan 32.950 publikasi. Kita sudah meloncat,” katanya.