DENPASAR – Peran dan komitmen pemimpin daerah berupa pengejewantahan transformasi birokrasi lewat teknologi digital dan deregulasi dibutuhkan guna mengoptimalkan capaian sektor pariwisata sebagai sektor ekonomi unggulan. Hal itu disampaikan Menteri Pariwisata Arief Yahya terkait upaya mengembangkan sektor ekonomi nasional.
Seperti dikutip dalam pernyataan pers Kementerian Pariwisata, Menpar Arief Yahya mengatakan sektor pariwisata tumbuh semakin tinggi, bahkan mengungguli negara tetangga sejak ditetapkan sebagai leading sector ekonomi. “Selama ini pariwisata tidak pernah ditetapkan sebagai leading sector, baru sekali ini ditetapkan oleh Presiden Jokowi. Manfaatnya, setelah ditetapkan, tidak ada yang tidak mendukung pengembangan sektor pariwisata,” kata Arief Yahya saat menjadi Keynote Speaker pada acara Ngobrol @Tempo di Gedung Tempo Palmerah, Jakarta.
Pasca ditetapkan sebagai sektor unggulan, sektor pariwisaa diyakini mampu menyumbang devisa besar terhadap Pendapatan Domestic Bruto (PDB) Indonesia dalam beberapa tahun mendatang. Oleh karena itu, pembangunan dan target pariwisata masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang kemudian dirumuskan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Menurut Arief Yahya, penetapan pariwisata sebagai leading sector merupakan bentuk CEO Commitment (gubernur, bupati, dan walikota) yang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian bangsa.
“Setelah ditetapkan sebagai leading sector, makin mudah mengembangkan pariwisata karena tidak ada pihak yang tidak akan mendukung, apa yang dibutuhkan langsung dipenuhi, maka sektor pariwisata kita bisa tumbuh di level double digit” kata Menpar.
Dalam komitmen memajukan pariwisata, dia mengatakan, seorang pemimpin di tingkat apapun atau CEO memiliki sejumlah tugas utama yaitu menetapkan arah, mengalokasikan sumber daya, dan melakukan eksekusi. Sebagai CEO dalam sektor pariwisata dibutuhkan suatu proses dan komitmen yang kuat untuk mencapai pertumbuhan di level double digit.
“Dalam lima tahun ini, tantangan terbesar saya adalah mengubah birokrasi menjadi korporasi. Hal tersebut tidak mudah. Birokrasi mementingkan cara, sementara saya mementingkan tujuan,” ujarnya.
Menurut dia, tantangan terbesar di Kemenpar adalah rantai panjang birokrasi yang membuat lambat. Oleh karena itu, guna mempercepat pertumbuhan sektor pariwisata, dibutuhkan transformasi dari birokrasi menuju korporasi melalui teknologi digital, dan dilakukan deregulasi. Dicontohkan, negara Vietnam yang saat ini mampu menjadi investor darling dan tourist darling sejak menerapkan deregulasi besar-besaran di sektor pariwisata.
Di tempat yang sama, Bupati Banyuwangi, Azwar Anas mengaku pihaknya sudah mulai meminimalisasi hambatan birokrasi di wilayah dengan membangun Mall Pelayanan Publik yang dikhususkan untuk layanan perizinan kepada investor dan masyarakat. Sektor pariwisata telah dijadikan skala prioritas pembangunan di Banyuwangi.
“Saya sudah menerapkan kebijakan setiap bangunan baru di Banyuwangi harus bernilai destinasi wisata. PT INKA akan membangun pabrik kereta api tapi saya minta ada masjid dan museumnya. Akhirnya investor setuju dan akan dibangun museum kereta api terbesar di Asia dengan desain ala Banyuwangi,” katanya.
Saat ini Banyuwangi juga telah menjadi salah satu tempat studi banding daerah lain untuk contoh pengembangan pariwisata. Sepanjang 2018, ada 47 ribu orang yang melakukan studi banding.
Di Provinsi Jawa Barat, pengembangan sektor pariwisata juga telah menjadi skala prioritas guna mendongkrak ekonomi daerah. Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum mengatakan pihaknya melakukan sejumlah pembenahan dalam merespon pengembangan sektor pariwisata antara lain, penataan alun-alun, pembangunan pelabuhan, pusat bandara, dan Bandara Kertajati.
“Sumber dana pembangunan di Jawa Barat berasal dari dana solidaritas umat, dana swasta, dana koordinasi kota dan kabupaten, dana provinsi, dan dana pusat,” ujar Uu.
Saat ini, wisata andalan di Jawa Barat antara lain, wisata bahari, wisata pegunungan, dan wisata religi. Namun, beberapa kendala yang masih dihadapi yakni adanya anggapan sebagian masyarakat bahwa pariwisata dekat dengan kemaksiatan. “Kolaborasi dan inovasi menjadi dasar bagi pembangunan Jawa Barat menjadi daerah pariwisata, kota yang maju, dan menyejahterakan rakyatnya,” kata dia.