BALI – Meski kunjungan turis ke Indonesia meningkat pada 2019 dibandingkan tahun 2018, namun pertumbuhan kedatangan pelancong tersebut tidak signifikan dibandingkan tahun 2018 dan 2017. Promosikan destinasi wisata ke mancanegara yang dilakukan tidak mampu mendongkrak jumlah turis sesuai harapan. Fator maraknya peristiwa bencana alam di Indonesia yang berada di wilayah cincin api (ring of fire), serangan teroris, dan imbas perhelatan Pileg dan Pilpres dipersalahkan sebagai penyebabnya.
Pada 2019 lalu, pemerintah memperkirakan sektor pariwisata masih optimistis tetap tumbuh tinggi bercermin dari hasil capian tahun 2018. Apalagi, Indonesia masuk dalam Top 10 negara tujuan wisata 2019 versi Lonely Planet yang mempromosikan destinasi wisata Indonesia ke mancanegara. Oleh karena itu, promosi destinasi wisata di dalam dan luar negeri terus dilakukan, bekerja sama dengan beberapa pemangku kepentingan di sektor ini.
Namun di tengah kondisi itu, beberapa kejadian bencana alam dan peristiwa sosial-politik sempat dikhawatirkan akan memengaruhi sektor pariwisata, terutama terhadap penurunan jumlah kunjungan turis. Data Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, sepanjang 2019 terjadi 3.768 bencana alam hidrometeorologi, misalnya, berupa kebakaran hutan dan lahan, tanah longsor, banjir, puting beliung dan abrasi, serta bencana geologi seperti adanya gempa bumi. Di tambah lagi adanya aksi terorisme dengan bom bunuh diri di pos Polisi dan potensi kerawanan sosial menjelang Pileg dan Pilpres pada April dan Juli 2019.
Meski kekhawatiran akan terjadi kerusuhan sosial imbas dari Pileg dan Pilpres itu tidak terbukti, namun setidaknya ada tiga negara yang menerbitkan Travel Warning ke Indonesia, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, terkait erupsi Gunung Agung, Bali, Gunung Sinabung, Tanah Karo, Sumatera Utara, aksi demo di Wamena dan Jayapura, serta risiko serangan teroris.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2020 memperlihatkan, jumlah turis mencapai 16,10 juta pada akhir tahun, naik kisaran 1,88% dibandingkan periode serupa tahun 2018 sebanyak 15,81 juta. Namun, jumlah kenaikan turis pada 2019 di bawah capaian tahun 2018 sebanyak 15,80 juta, yang naik sebanyak 12,58% dibandingkan tahun 2017 sebesar 14,03 juta.
Dibandingkan dengan pertumbuhan kedatangan turis pada 2018 dan 2019, maka nampaknya kekhawatiran akan adanya bencana alam, serangan teroris dan ekses negatif dari Pileg dan Pilpres sangat berdampak pada kunjungan turis ke Indonesia. Besarnya gaung akan serangan teroris dan potensi kerusuhan menjelang perhelatan politik tersebut ke dunia internasional, menutupi promosi destinasi wisata sepanjang tahun 2019 sehingga tidak mampu mendatangkan lebih banyak turis dibandingkan tahun 2018 dan 2017.
Belum lagi destinasi wisata yang dipromosikan masih terbatas dari daerah wisata yang sudah dikenal selama ini, seperti Bali. Meskipun provinsi itu masih menduduki posisi teratas sebagai destinasi wisata di Indonesia, namun promosi tujuan wisata di daerah lainnya tidak mampu mendulang lebih banyak turis. Sehingga ada jurang yang jauh antara jumlah turis yang datang ke Bali dan destinasi lainnya, seperti Jawa Tengah dan Sumatera Utara, misalnya.
Hal ini berbeda dengan sejumlah negara lainnya di Asia Tenggara, seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura, meski secara wilayah lebih kecil dibandingkan Indonesia, tapi mampu memaksimalkan dan mengoptimalkan promosi destinasi wisata sehingga mengundang banyak turis. Sekadar gambaran saja bahwa berdasarkan data ASEAN Secretary 2019, jumlah wisman yang datang ke Indonesia berada di posisi ke empat di bawah Singapura pada tahun 2018.
Bila dilihat dari asal negaranya, kunjungan turis dari Vietnam, Uni Emirat Arab, dan Rusia meningkat cukup tinggi dibandingkan negara lainnya dari Desember 2018 ke Desember 2019. Sedangkan kunjungan turis yang jumlahnya merosot berasal dari Yaman, Timor Leste, dan Hong Kong terkait krisis sosial dan politik di negara tersebut. Aksi demonstrasi mahasiswa di Kota Hong Kong, misalnya, ditenggarai ikut memengaruhi kedatang turis negara itu ke Indonesia.
Sedangkan pada Desember 2019, kunjungan turis yang berasal dari Malaysia menempati posisi tertinggi, diikuti Singapura, Tiongkok, Australia, dan Timor Leste. Total kedatang wisman mencapai 1,38 juta, naik dibandingkan November 2019 sebanyak 1,28 juta. Tapi, jumlah kedatangan turis tersebut ke Indonesia turun bila dibandingkan periode Desember 2018 sebanyak 1.40 juta.
Menurunnya kedatang turis ini pun ikut memengaruhi kuantitas mereka tinggal di Indonesia. Sekadar gambaran saja, bahwa lama menginap tamu asing pada Desember 2019 hampir 3 hari (2,77 hari), sedangkan tamu lokal hampir 2 hari (1,64 hari). Rerata lama menginap tamu asing dan domestik tersebut pada hotel bintang kisaran 1,76 hari atau naik 0,01 basis poin dibandingkan Desember 2018. Sedangkan lama tinggal turis pada 2018 naik 0,03 poin dari 1,72 hari pada 2017.
Kenaikan jumlah turis memang bernilai strategis dan ekonomi bagi Indonesia karena berimbas pada pertumbuhan devisa. Apalagi bila pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan lainnya mampu mengkondisikan turis agar lebih lama tinggal dan lebih banyak belanja di sini. Sebab hal itu jelas akan mendorong pertumbuhan UMKM berbagai produk kreatif di sekitar destinasi wisata, yang tentu saja membuka lapangan kerja baru dan menekan pengangguran.