DENPASAR – Ketika pemerintah Kabinet Indonesia Hebat (KIH) menetapkan pengembangan dan pembangunan sejumlah bandar udara komersil pada 2014 tentu maksudnya bukan sekadar agar tampak berbeda dengan capaian 10 tahun rezim Soesilo Bambang Yudhoyono kurun 2004-2014 dengan pembangunan koridor ekonominya dari Sumatera hingga Papua. Tapi, pembangunan sejumlah bandara komersil skala internasional, khususnya di wilayah Jogjakarta, Solo, Semarang (Joglo Semar) dan Banyuwangi, tak lain merespon potensi kenaikan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara di wilayah itu.

Mengacu pada Laporan Nusantara Februari 2019 yang dirilis Bank Indonesia, Borobudur Joglo Semar dan Banyuwangi menjadi salah satu tujuan favorit wisman dan wisnus dalam tiga tahun terakhir. Pada 2018, kawasan ini mampu menggaet 1.38 juta turis. Bahkan pada 2019, ditargetkan mampu meraup 2 juta turis, termasuk daerah Banyuwangi yang mampu mendatangkan 130 ribu turis.

Kenaikan kunjungan turis pada kawasan ini seiring peningkatan popularitasnya di mesin pencari di internet. Berdasarkan data Google Trends yang diolah dalam buku Laporan Nusantara 2019 itu, popularitas Banyuwangi pada peringkat 82.7 poin dan Borobudur 38.9 poin pada 2018. Capaian tren popularitas ini terus beranjak naik bila dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya.

Saat ini, sejumlah destinasi wisata di kawasan Joglo Semar yang populer di mesin pencari Google antara lain,  Komplek Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko. Jumlah kunjungan turis pada tiga candi ini mencapai 540 ribu atau 30% dari total kunjungan wisman di kawasan Joglo Semar. Di Banyuwangi sejumlah atraksi yang populer seperti Kawah Ijen, Pulau Merah, dan Taman Nasional Alas Purwo.

Pada tahun mendatang, jumlah wisman akan terus naik seiring kenaikan tren popularitas di kawasan itu, apalagi pemerintah kabupaten setempat terus berbenah mencipitakan destinasi wisata baru.

Namun, tentu saja popularitas dan kunjungan wisata pada kawasan itu tidak akan signifikan memberi nilai tambah ekonomi, bila akses mencapai daerah itu hanya bisa dilakukan lewat jalur darat.  Oleh karena itu, pemerintah sejak 2014 menetapkan pengembangan dan pembangunan bandara komersil guna merespon lebih banyak lagi kunjungan turis, khususnya wisatawan mancanegara yang diharapkan lebih banyak membelanjakan uangnya sehingga memberikan dampak ekonomi lebih signifikan.

Data Ditjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan yang dihimpun menyebutkan sedikitnya ada 11 bandara eksisting yang sudah dan tengah dikembangkan pemerintah di wilayah utara Pulau Jawa antara lain, Bandara Soekarno Hatta (Cengkareng), Halim Perdanakusuma (Jakarta), Husein Sastranegara (Bandung), Chakrabuana (Cirebon), Dewa Daru (Karimun Jawa), Ahmad Yani (Semarang), Adi Soemarno (Solo), Ngloram (Blora), Bawean (Madura), Trunojoyo (Madura), dan Juanda (Surabaya).

Sedangkan di wilayah selatan Pulau Jawa, bandara komersil yang tengah dikembangan yakni Bandara Wiriadinata (Tasikmalaya), Nusawiru (Pangandaran), Tunggul Wulung (Cilacap), Adi Sutjipto (Yogyakarta), Abdulrachman Saleh (Malang), Notohadinegoro (Jember) dan Blimbingsari (Banyuwangi).

Dari sejumlah bandara komersil tersebut, yang masuk dalam wilayah Joglo Semar-Banyuwangi antara lain, Bandara  Ahmad Yani (Semarang), Adi Soemarno (Solo), Ngloram (Blora), Adi Sutjipto (Yogyakarta), Abdurrahman Saleh (Malang), Notohadinegoro (Jember) dan Blimbingsari (Banyuwangi).

Dengan pengembangan sejumlah bandara komersil di kawasan itu, maka kunjungan wisman bukan tak mungkin akan meningkat dan mendorong kenaikan pendapatan aseli daerah (PAD) dari sektor pariwisata.  Pada akhir 2018, misalnya, Bandara Banyuwangi disebutkan telah resmi melayani rute internasional Kuala Lumpur-Banyuwangi (PP) menggunakan armada Airbus 320. Pada 2019, lewat rute tersebut ditargetkan mampu menampung perjalanan 100.000 penumpang.

Leave a comment