DENPASAR- Pelaku usaha Spa tengah fokus meningkatkan kompentensi dan memperbaiki citra industri Spa di Indonesia guna memiliki daya saing di pasar internasional. Sejulmah kegiatan yang akan dilakukan guna mencapai target tersebut yakni, menggelar Spa and Wellness Tourism Award 2019 dan standardisasi pengelolaan industri pariwisata di bidang usaha Spa.
Seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Pariwisata, Ketua Yayasan Pariwisata Spa Indonesia (YPSI) Trisya Suherman dalam Forum Koordinasi Sertifikasi Usaha Pariwisata mengatakan potensial industri spa Indonesia sangat besar, termasuk keahlian tenaga kerja spa yang sudah dikenal kualitasnya di berbagai negara.
“Manpower dan rempah-rempah Indonesia salah satu yang luar biasa dan terkenal bersama dengan Thailand, Filipina, Jepang, dan China. Bahkan di berbagai hotel di Maldives, terapis spa banyak yang berasal dari Indonesia,” kata Trisya.
Dia mengatakan, YPSI bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata akan menyelenggarakan kegiatan “Spa & Wellness Tourism Award 2019 Indonesia” pada September 2019 bagi pelaku usaha industri spa, profesional spa, dan pemilihan duta spa.
“Salah satu tolak ukur untuk bisa go internasional adalah membuat awards dan pemilihan duta wisata spa. Para pelaku industri dan terapis ini akan merasa bangga saat menerima penghargaan ini dan penghargaan ini sangat subjektif dan tidak bisa diperjualbelikan,” katanya.
Spa & Wellness Tourism Award 2019 Indonesia akan memberikan penghargaan untuk 5 kategori profesi, 17 kategori industri, dan 3 untuk duta spa Indonesia.
Pembina YPSI Annie Savitri mengatakan kegiatan ini akan memberikan pemahaman dan standarisasi pengelolaan industri di bidang spa. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas daya saing tenaga kerja bidang terapis spa dan meningkatkan kompetensi sertifikasi dan juga agar para terapis SPA memahami pentingnya profesional dan legalitas.
“Daya saing industri pariwisata ditentukan oleh kualitas industri dan kualitas SDM yang didasarkan pada standar usaha pariwisata dan SDM pariwisata melalui kualifikasi okupansi nasional,” kata Annie.
Annie juga mengatakan industri spa di Indonesia masih berkesan negatif terkecuali di Bali yang sudah menerapkan konsep dan standarisasi yang tepat. Untuk itu melalui kegiatan ini, pihaknya berharap kesan negatif tentang spa bisa diubah dengan tepat.
“Spa ini masuk dalam 13 bidang industri pariwisata. Standar usahanya diatur sesuai dengan Permenparekraf Nomor 24 Tahun 2014 dimana produk spa memiliki 8 standar pengelolaan spa di dalamnya. Ini yang ingin kita ubah citra itu. Dan Indonesia sangat memungkinkan untuk mengekspor terapis ke negara lain,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata Banten Eneng Nurcahyati menambahkan industri spa ini harus mendapat perhatian penting dari semua pihak, termasuk pemberian kebijakan di pemerintah daerah terutama untuk para pelaku Industri spa di Banten disarankan untuk mengambil kesempatan tersebut.
“Ini untuk pembelajaran, pelaku juga secara kelembagaan disertifikasi dan SDM-nya juga agar memiliki daya saing. Oleh karenanya, dengan pemberian penghargaan maka menjadi terobosan baru untuk mendongkrak kunjungan wisatawan dari sisi ekonomi daerah dengan membuka peluang kerja bagi mayarakat,” katanya.
Selain itu kegiatan ini juga bertujuan dalam rangka berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) untuk siap bersaing dengan tenaga kerja asing. Kompetensi sertifikasi yang dimiliki dapat menjadi bekal secara profesional dan bentuk pengakuan diri.